Sabtu, 28 Maret 2009

Sejarah Cina Benteng di Indonesia !




SEJARAH Cina Tangerang memang sulit dipisahkan dengan kawasan Pasar Lama (Jalan Ki Samaun dan sekitarnya) yang berada di tepi sungai dan merupakan permukiman pertama masyarakat Cina di sana. Struktur tata ruangnya sangat baik dan itu merupakan cikal-bakal Kota Tangerang. Mereka tinggal di tiga gang, yang sekarang dikenal sebagai Gang Kalipasir, Gang Tengah (Cirarab), dan Gang Gula (Cilangkap). Sayangnya, sekarang tinggal sedikit saja bangunan yang masih berciri khas pecinan.

Pada akhir tahun 1800-an, sejumlah orang Cina dipindahkan ke kawasan Pasar Baru dan sejak itu mulai menyebar ke daerah-daerah lainnya. Menurut Tagara Wijaya, yang bernama asli Oey Tjie Hoeng (77), yang menjabat Ketua Umum Klenteng Boen Sen Bio (1967-1978), Pasar Baru pada tempo dulu merupakan tempat transaksi (sistem barter) barang orang- orang Cina yang datang lewat sungai dengan penduduk lokal.

Mengenai asal-usul kata Cina Benteng, menurut sinolog dari Universitas Indonesia, Eddy Prabowo Witanto MA, tidak terlepas dari kehadiran Benteng Makassar. Benteng yang dibangun pada zaman kolonial Belanda itu-sekarang sudah rata dengan tanah-terletak di tepi Sungai Cisadane, di pusat Kota Tangerang.

Pada saat itu, kata Eddy, banyak orang Cina Tangerang yang kurang mampu tinggal di luar Benteng Makassar. Mereka terkonsentrasi di daerah sebelah utara, yaitu di Sewan dan Kampung Melayu. Mereka berdiam di sana sejak tahun 1700-an. Dari sanalah muncul, istilah “Cina Benteng”.

Tahun 1740, terjadi pemberontakan orang Cina menyusul keputusan Gubernur Jenderal Valkenier untuk menangkapi orang-orang Cina yang dicurigai. Mereka akan dikirim ke Sri Lanka untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan milik VOC.

Pemberontakan itu dibalas serangan serdadu kompeni ke perkampungan-perkampungan Cina di Batavia (Jakarta). Sedikitnya 10.000 orang tewas dan sejak itu banyak orang Cina mengungsi untuk mencari tempat baru di daerah Tangerang, seperti Mauk, Serpong, Cisoka, Legok, dan bahkan sampai Parung di daerah Bogor.

Itulah sebabnya banyak orang Cina yang tinggal di pedesaan di pelosok Tangerang-di luar pecinan di Pasar Lama dan Pasar Baru.

Meski demikian, menurut pemerhati budaya Cina Indonesia, David Kwa, mereka yang tinggal di luar Pasar Lama dan Pasar Baru itu tetap disebut sebagai Cina Benteng.

Sebagai kawasan permukiman Cina, di Pasar Lama dibangun kelenteng tertua, Boen Tek Bio, yang didirikan tahun 1684 dan merupakan bangunan paling tua di Tangerang. Lima tahun kemudian, 1869, di Pasar Baru dibangun kelenteng Boen San Bio (Nimmala).

Kedua kelenteng itulah saksi sejarah bahwa orang-orang Cina sudah berdiam di Tangerang lebih dari tiga abad silam.

Dalam penelitiannya, sarjana Seni Rupa dan Desain ITB Jurusan Desain Komunikasi Visual, Y Sherly Marianne, antara lain menyebutkan, sekitar 80 persen dari 19.191 warga Kelurahan Sukasari di Kotamadya Tangerang adalah orang Cina Benteng. Angka statistik April 2002 ini tidaklah mengherankan karena Pasar Lama masuk dalam wilayah Sukasari.

Menurut Sherly, kehidupan masyarakat Cina Benteng memang keras agar bisa bertahan hidup. Sebab, sebagian besar pekerjaan mereka bukan dalam bidang ekonomi, tetapi sebagai petani di pedesaan.

YANG unik dari masyarakat Cina Benteng adalah bahwa mereka sudah berakulturasi dan beradaptasi dengan lingkungan dan kebudayaan lokal. Dalam percakapan sehari-hari, misalnya, mereka sudah tidak dapat lagi berbahasa Cina. Logat mereka bahkan sudah sangat Sunda pinggiran bercampur Betawi. Ini sangat berbeda dengan masyarakat Cina Singkawang, Kalimantan Barat, yang berbahasa ina meskipun hidup kesehariannya juga banyak yang petani miskin.

Logat Cina Benteng memang khas. Ketika mengucapkan kalimat, “Mau ke mana”, misalnya, kata “na” diucapkan lebih panjang sehingga terdengar “mau kemanaaaa”.

Di bidang kesenian, mereka memainkan musik gambang kromong yang merupakan bentuk lain akulturasi masyarakat Cina Benteng. Sebab, gambang kromong selalu dimainkan dalam pesta-pesta perkawinan, umumnya diwarnai tari cokek yang sebenarnya merupakan budaya tayub masyarakat Sunda pesisir seperti Indramayu.

Meski demikian, masyarakat Cina Benteng masih mempertahankan dan melestarikan adat istiadat nenek moyang mereka yang sudah ratusan tahun. Ini terlihat pada tata cara upacara perkawinan dan kematian. Salah satunya tampak pada keberadaan “Meja Abu” di setiap rumah orang Cina Benteng.

“Tidak usah dipertentangkan. Realitasnya, masyarakat Cina Benteng memang sudah berakulturasi dengan lingkungan lokal, tapi mereka juga masih memegang adat istiadat kepercayaan nenek moyang dan leluhur mereka,” kata Eddy.

Beberapa tradisi leluhur yang masih dipertahankan antara lain Cap Go Meh (perayaan 15 hari setelah Imlek), Pek Cun, Tiong Ciu Pia (kue bulan), dan Pek Gwee Cap Go (hari kesempurnaan).

Demikian pula panggilan encek, encim, dan engkong masih digunakan sebagai tanda hormat kepada orang yang lebih tua. “Juga salam (pai) tetap dipertahankan dalam keluarga Cina Benteng pada saat bertemu dengan orang lain,” kata Asiuntapura Markum (55) yang lahir di Tangerang.

Yang khas dari masyarakat Cina Benteng adalah pakaian pengantin yang merupakan campuran budaya Cina dan Betawi. Pakaian pengantin laki-laki, kata Eddy, merupakan pakaian kebesaran Dinasti Ching, seperti terlihat dari topinya, sedangkan pakaian pengantin perempuan hasil akulturasi Cina-Betawi yang tampak pada kembang goyang.

SECARA ekonomi, masyarakat tradisional Cina Benteng hidup pas-pasan sebagai petani, peternak, nelayan, buruh kecil, dan pedagang kecil.

Ny Kenny atau Lim Keng Nio (48) yang tinggal di Gang Cilangkap RT 03 RW 02, Kelurahan Sukasari, Tangerang, misalnya, setiap hari harus bangun pagi-pagi untuk membawa dagangan kue ke pasar. Ong Gian, petani sawah di Neglasari yang nyambi menjadi pemain musik gambang kromong, juga harus bekerja keras untuk bisa mempertahankan hidup.

Fenomena Cina Benteng, kata Eddy, merupakan bukti nyata betapa harmonisnya kebudayaan Cina dengan kebudayaan lokal. Lebih dari itu, keberadaan Cina Benteng seakan menegaskan bahwa tidak semua orang Cina memiliki posisi kuat dalam bidang ekonomi. Dengan keluguannya, mereka bahkan tak punya akses politik yang mendukung posisinya di bidang ekonomi.

David Kwa lebih melihat fenomena Cina Benteng sebagai contoh dan bukti nyata proses pembauran yang terjadi secara alamiah. Masyarakat Cina Benteng hampir tidak pernah mengalami friksi dengan etnis lainnya. Kenyataan ini membuat David yakin, persoalan sentimen etnis lebih bernuansa politis yang dikembangkan oleh orang-orang yang punya kepentingan politik.

Realitas Cina Benteng yang tinggal di pusat kekuasaan politik dan ekonomi menunjukkan, masyarakat etnis Cina sesungguhnya sama dengan etnis lainnya. Ada yang punya banyak uang, tetapi ada pula yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Bahkan, Ridwan Saidi, pengamat budaya dari Betawi, melihat realitas Cina Benteng sebagai wajah lain Indonesia. Ada yang kaya, tetapi tidak sedikit pula yang miskin.
Bagi mereka, wajar kalau perayaan Tahun Baru Imlek menjadi pengharapan agar rezeki di tahun baru ini lebih baik dari tahun sebelumnya. Wajar pula bahwa meski sudah berakulturasi begitu dalam, mereka tetap membeli bunga sedap malam dan bersembahyang di kelenteng-kelenteng.

Harajuku , Bronx-nya Jepang !



harajukuWaktu kecil, saya pernah membaca sebuah cerita di majalah anak-anak, yang tadinya saya pikir hanya dongeng belaka. Seekor anjing setiap pagi mengantar tuannya ke stasiun kereta. Sorenya, anjing itu akan menjemput di stasiun yang sama. Hingga suatu hari, tuan pemilik anjing itu meninggal di tempat kerja. Tetapi si anjing tidak tahu, dan terus menjemput tuannya setiap sore hingga 10 tahun lamanya.

Ternyata itu bukan kisah fiktif. Hachiko, nama anjing setia tersebut milik Profesor Ueno, seorang dosen pada Universitas Tokyo yang meninggal pada 21 Mei 1925. Ia merupakan anjing jantan ras Akita Inu kelahiran Odate, Prefektur Akita, Jepang. Pada akhirnya Hachiko menjadi dikenal penduduk sekitar Stasiun Shibuya. Banyak orang konon ke situ hanya untuk melihat dengan iba si anjing yang hendak menjemput tuannya yang tak kunjung datang. Sejak tahun 1934, satu tahun sebelum anjing itu mati, di depan Stasiun Shibuya didirikan patungnya.

Kini, tempat tersebut jadi meeting point orang-orang Tokyo. Banyak anak muda yang terlihat berdiri, bersandar ke dinding, atau duduk di sekitar patung Hachiko sambil menunggu pasangan kencannya sementara di sekitarnya aktivitas seperti bergerak dengan sangat cepat oleh lalu lalang orang dan hilir mudik kendaraan.

Di luar itu, banyak hal menarik di Tokyo, lebih-lebih kalau kita mencermati cara berpakaian orang-orangnya. Wajar lalu ada sebutan bahwa Tokyo adalah salah satu Kota Fashionista. Dan benar, penduduk Tokyo umumnya melek fesyen. Pada setiap sudut sebuah mall bernama 109 di daerah Shibuya, terlihat anak-anak muda berpakaian sangat modern. Mereka mengingatkan saya pada boneka Jepang pemberian paman saya sekitar 20 tahun lalu. Hanya saja, kostumnya sama sekali berbeda. Kini bukannya kimono dan bakiak Jepang, mereka memakai baju berlengan panjang, rok mini, coat, stoking warna-warni berpola variasi, serta sepasang sepatu bot berhak tinggi. Yang laki-laki tak kalah gayanya: dandy sekaligus funky. Saya perhatikan sepatu mereka dan berpikir, tak ada orang Tokyo yang tak mengindahkan sepatu. Dari keseluruhan gayanya, tampaknya sepatu menjadi bagian penting yang tak boleh alpa dipikirkan.

harajukuPada musim gugur saat saya ke sana, bot memang menjadi pilihan utama. Bermacam model bot dijual mulai harga 2.000 yen (sekitar Rp 240 ribu) hingga puluhan ribu yen. Beberapa menggunakan bulu binatang sebagai syal penutup leher. Rambut mereka dicat non-hitam dengan potongan modern, sebagian bahkan me-make-over wajahnya dengan bedak berwarna kecokelatan, sehingga kulitnya berkesan tanned. Rasanya istilah ”mati gaya” paling tepat untuk menggambarkan seorang pendatang yang hanya berbaju panjang untuk menghangatkan tubuh.

Dari Stasiun Shibuya, saya naik kereta dalam kota menuju Harajuku. Beberapa orang terlihat santai membaca buku, baik duduk maupun sambil berdiri. Di sini, orang terbiasa menutupi kover buku bacaannya dengan sampul dari toko buku. Biasanya, sampulnya berwarna cokelat dan ada nama tokonya. Jika tidak, beberapa sengaja menutupinya dengan kertas putih. Budaya membaca buku agaknya hal yang biasa di Jepang.

Di sepanjang jalan, toko-toko buku second-hand (loak?) juga hidup. Jika rajin mencarinya, bahkan buku Harry Potter serial terakhir versi bahasa Inggris hardcover pun sudah bisa didapat hanya seharga 500 yen (sekitar Rp. 60 ribu). Kebanyakan buku yang mereka bawa berukuran buku saku, baik itu komik maupun non-komik. Mereka membaca buku bahkan ketika sedang di eskalator stasiun kereta dan subway. Begitu tangga jalan habis, buku mereka selipkan di tas untuk nanti dibaca lagi.

Tak sampai sepuluh menit dari Shibuya, saya tiba di stasiun Harajuku. Sebenarnya jalan kaki pun bisa, tetapi karena jalan menuju Harajuku naik bukit, jadi saya memilih naik kereta. Nama Harajuku begitu terkenal di Indonesia karena penyanyi Maia Estianti mengklaim dirinya berdandan ala anak muda daerah tersebut. Begitu keluar stasiun, segera saya lihat lautan orang di Takeshita Street. Beberapa anak muda laki-laki dengan rambut spikey terlihat sedang berdiri. Di situlah anak-anak Harajuku konon membeli baju-bajunya dengan harga murah, mulai dari 350 yen hingga beberapa ribu yen.

harajukuKetika masuk ke dalam Takeshita Street, baru saya ngeh ada toko-toko yang menjual pakaian bekas pakai dan toko pakaian satu harga (semua baju seharga 500 yen). Anak-anak muda Harajuku berdandanan jauh lebih ekstrem ketimbang Maia. Mereka bergaya ala gotik, punk, berkostum binatang, dan Barbie-girl/boy. Anehnya, meskipun mereka berani berdandan ekstrem, tetapi kebanyakan malu dipotret. Pertokoan di sepanjang jalan itu dipenuhi anak muda, baik yang belanja maupun bekerja sebagai salesman -berteriak-teriak sambil membawa papan promosi atau membagi-bagikan leaflet dengan bonus sebungkus tissue-, semua bergaya ekstrem. Selain orang Jepang, orang kulit hitam juga banyak di sana. Dengan bahasa Jepang yang terbatas, dan senyum yang ramah mereka mempersilakan tamunya masuk. Umumnya, orang-orang kulit hitam mengelola toko khusus menjual pakaian dan aksesoris hip-hop.

Harajuku merupakan Bronx-nya Jepang. Di sinilah titik ”pemberontakan” dari segala sikap resmi dan unggah-ungguh ala Jepang. Ini satu-satunya daerah yang para pelayan tokonya yang tidak selalu berkata ”irasainase” (selamat datang) kepada pengunjung. Sangat berbeda dengan daerah Ginza atau Roponggi, barang-barang di Harajuku bisa didapat dengan harga jauh lebih murah. Apabila di Jepang sangat susah mendapatkan barang bajakan, maka di daerah Harajuku (tepatnya di Takeshita Street) sajalah kemungkinan barang bajakan diperdagangkan. Sedikit banyak tempat itu mengingatkan saya pada Blok M, Jakarta.

Di pengujung Takeshita Street, menyeberang sedikit, di situlah letak Harajuku Street yang mengingatkan saya pada Bandung. Jika di Takeshita Street menjual barang-barang yang diambil dari pemasok, maka di Harajuku Street toko-toko independen (distro) yang menjual pakaian rancangan sendiri bertebaran bahkan di gang-gang kecil. Beberapa toko yang menjual pakaian dan aksesori ala India, Hindu/Budha, dan penduduk asli Amerika (Indian) terselip di antara toko-toko pakaian ala Barbie-girl/boy.

Masih di daerah Harajuku, di dekat taman, para musisi jalanan menyuguhkan kebolehannya. Setiap aliran musik punya teritori sendiri dan tidak saling menganggagu. Konon, di tempat itulah band-band Jepang ditemukan bakatnya oleh para produser. Tak hanya itu, beberapa penggemar Elvis Presley yang berdadan dengan rambut dijambul tinggi juga terlihat sedang menari-nari di pinggir taman dengan iringan lagu-lagu Presley.

harajukuDi kursi panjang seorang pengemis terlihat bermalasan di bangku panjang. Sebuah koper berisi harta bendanya, juga tumpukan kardus yang kelihatannya jadi alas tidurnya, tertata rapi di situ. Sedang ia sendiri rebahan di atas tas gendutnya sambil membaca sebuah buku. Seorang teman asal Indonesia yang lama berada di Jepang menjelaskan, mereka yang jadi pengemis, jika tidak karena benar-benar malas sehingga miskin, banyak pula karena tak punya keluarga. Dengan menjadi pengemis, mereka bisa berkomunitas dan punya banyak teman. Amboi...

Doa Pengharapan di Kuil Meiji

Di dekat taman daerah Harajuku, ada sebuah gerbang besar menuju Kuil Meiji. Kuil itu akan dipenuhi orang terutama pada tahun baru, ketika penganut Shinto berdoa meminta berkah di awal tahun. Jalan sepanjang kira-kira satu kilometer saya tempuh sebelum bertemu gerbang akhir Kuil Shinto. Suasana sakral segera menyelimuti saya. Burung gagak terlihat beterbangan di antara pepohonan hutan buatan. Konon, penduduknya menyumbangkan ribuan batang pohon untuk membuat hutan buatan menuju kuil tersebut.

Tumpukan drum sake dengan beragam ornamen dipajang tak jauh dari gerbang pertama menuju kuil, berseberangan dengan tumpukan drum wine (minuman angur). Penganut Shinto di Jepang percaya, meminum minuman beralkohol berarti membersihkan jiwa dan raga seseorang. Ada beberapa gerbang besar berbentuk kanji ”pintu” yang harus dilewati sebelum sampai ke gerbang akhir.

Memasuki gerbang terakhir, setiap orang harus mencuci tangan dan berkumur-kumur pada sebuah mata air sangat dingin yang sudah disediakan. Gayung kecil bergagang panjang terbuat dari bambu berjajar di pinggirnya. Ketika memasuki kuil, pengunjung harus melangkahi anak tangga paling tinggi karena dilarang menginjaknya. Sebab dipercaya bahwa anak tangga paling tinggi adalah kedudukan Dewa-Dewa.

Kesakralan atau mungkin nuansa mistis seolah-olah berpusaran di tempat itu. Lihat saja bagaimana sebuah toko yang menjual beragam jimat dikerumuni pengunjung. Mulai dari jimat enteng jodoh, banyak rezeki, hinga jimat selamat di jalan dijual dengan kemasan warna-warni. Beberapa orang terlihat membeli sebuah papan yang disebut tablet doa seharga 500 yen. Sontak, saya teringat acara Talkshow Oprah yang topiknya ''impian yang jadi kenyataan''; beberapa bintang tamunya mengaku menuliskan cita-cita mereka di sebuah papan dan memajangnya untuk menyugesti diri sendiri mewujudkan impian itu. Di halaman kuil, tepatnya di sebelah kanan sebelum pintu masuk, ribuan tablet doa tergantung memutar di papan yang sudah disedia­kan.

harajukuMasing-masing tablet bertuliskan harapan dan cita-cita penulisnya. Membaca harapan orang lain tiba-tiba menjadi hiburan untuk para turis, terutama harapan yang berbahasa Inggris. Orang Jepang yang datang dan menulis tablet doa biasanya siswa yang akan ujian dan berharap lulus. Saya juga membaca sebuah tablet yang bercita-cita menjadi komikus manga terkenal agar bisa membantu ibunya.

Di dalam kuil, yang paling menarik bagi saya adalah sebuah kotak yang disebut ”waka”. Dengan 100 yen, pengunjung bisa mengambil sebuah gulungan kertas kecil berisi puisi Kaisar Meiji yang isinya merefleksikan kepribadian dan menasehati si Pengambil Kertas. Beberapa orang terlihat berdoa setelah melemparkan koin berlubang (5 yen atau 50 yen), sementara para pendeta terlihat seliweran tak terganggu pengunjung yang sesekali mengambil foto.

Penulis : Ratih Kumala
Sumber: SuaraMerdeka

8 Jutawan Google Adsense Dunia !

1. Markus Frind - PlentyOfFish.com - $300,000 (Rp.3 Milyar) Per bulan
Jika anda belum pernah mendengar nama orang ini, maka silahkan menuju website beliau di Plentyoffish.com dia ini adalah orang yang membuat website layanan gratis online dating dari apartemennya seorang diri. tidak lama setelah itu websitenya menjadi salah satu dari Website Dating Online yang terbesar..

2. Kevin Rose - Digg.com - $250,000 (Rp 2.5 Milyar) Per Bulan
Kevin Rose mulai mendirikan Digg pada desember 2004, digg ini adalah situs social marketing yang mana kebanyakan isinya adalah berita, video dan gambar.. yang disubmit oleh usernya kepada user lainnya untuk dibaca dan dilihat.. pada dasarnya setelah anda mendaftar di situs ini, anda dapat mensubmit berita anda dan orang lain akan membaca berita anda, dan jika mereka suka dengan berita anda, maka mereka akan melakukan “Digg” dengan begini rating berita anda akan semakin baik dan bisa saja masuk ke halaman pertama berita terbaik disitu.. nah jika sudah ada di halaman pertama maka yang terjadi adalah… LEDAKAN TRAFFIC

3. Jeremy Schoemaker - $140,000 (Rp.1.4 Milyar) per month
ShoeMoney dapat dianggap sebagai salah satu internet marketer terbaik dunia, orang ini sangat hebat dalam masalah Search Engine dan SEO tentunya. dia juga tahu bagaimana melakukan setting pada website nya untuk mendapatkan traffic yang optimal, pernah dalam satu bulan dia mendapatkan cek sebesar $132,994.97. Coba bayangkan betapa sulitnya mencairkan cek sejumlah itu!!
Tetapi tidak seperti Publisher lainnya, dia mendapatkan jumlah sebanyak itu dari Ratusan Situs dan Ribuan Domain.

4. Jason Calacanis - Weblogs, Inc. - $120,000 (Rp.1.2 Milyar) per month
Beliau ini adalah Pembuat dari Weblogs, Weblogs ini adalah jaringan dari blog dan kira kira saat ini dia bisa menghasilkan pendapatan $4000 per hari dari Google Adsense, Kemudian dia menjual perusahaan ini kepada AOL seharga $25 Juta. Namun dia mengumumkan pengunduran dirinya dari dunia blogging pada tengah tahun kemarin yaitu juli 2008, sekarang dia hanya fokus kepada Email Campaigns.

5. David Miles Jr. & Kato Leonard - FreeWebLayouts.net- $100,000 (Rp.1 Milyar) per month
Menurut artikel dari Washington Post, pasangan berusia 20 tahun ini di klaim bisa menghasilkan $100.000 per bulan dari Google Adsense melalui situs mereka FreeWebLayouts.net yang menyediakan template atau layout untuk Myspace.. saat ini banyak sekali situs semacam ini yang menyediakan Template untuk Myspace.

6. Tim Carter - AskTheBuilder.com - $30,000 (Rp. 300 Juta Saja) per month
Tim Carter adalah seorang tukang ledeng dan tukang kayu profesional dengan acara radionya sendiri, dia mulai membangun website itu pada tahun 1995 dengan tujuan utama untuk melayani para penggemarnya.. Pada April 2004 Carter mulai mempelajari adsense dan memasangnya pada situsnya, dengan sedikit pengoptimalan website nya dia bisa meningkatkan penghasilannya dari $1.500 menjadi $7.500.

7. Joel Comm - e-book - $24,000 (Rp. 240 Juta saja) per month
Joel Comm.. siapa yang tidak kenal, banyak internet marketer dan blogger yang menganggap dia sebagai guru adsense atau pakar adsense.. yang menulis ebook berjudul What Google Never Told You About Making Money with Adsense. dengan e-book dan website nya dia telah menghasilkan sekitar $23,458.46 antara bulan november 2005 hingga desember 2005.

8. Shawn Hogan - DigitalPoint.com - $10,000 (Rp 100 Juta Saja) per month
Shawn Hogan adalah pendiri dari forum DigitalPoint, sebuah forum yang berisikan banyak informasi mengenai Search Engine, Marketing, Bisnis, Design dan pengembangannya kemudian juga tentang produk dan jasa. Menurut Artikel dari New York Times dia menghasilkan sekitar $10.000 per bulan dari Google Adsense
Member dari Forum tersebut berspekulasi bahwa dia telah menghasilkan dua kali lipat dari jumlah tersebut

Yakuza dan Sepak Terjangnya Dari Jaman ke Jaman !

Sejarah panjang Yakuza dimulai kira-kira pada tahun 1612, saat Shogun Tokugawa berkuasa dan menyingkirkan shogun sebelumnya. Pergantian ini mengakibatkan kira-kira 500.000 orang samurai yang sebelumnya disebut hatomo-yakko (pelayan shogun) menjadi kehilangan tuan, atau disebut sebagai kaum ronin.

Seperti kata pepatah : 'orang yang hanya punya martil cenderung melihat segala sesuatu bisa beres dengan dimartil..', demikian juga dengan kaum ronin ini. Banyak dari mereka menjadi penjahat dan centeng. Mereka disebut sebagai kabuki-mono atau samurai nyentrik urakan yang ke mana-mana membawa pedang. Mereka berbicara satu sama lain dalam bahasa slang dan kode rahasia. Terdapat kesetiaan tingi di antara sesama ronin sehingga kelompok ini sulit dibasmi.

Apakah kaum ronin ini yang menjadi biang Yakuza? Bukan!

Untuk melindungi kota dari para kabuki-mono, banyak kota-kota kecil di Jepang membentuk machi-yokko (satgas kampung). Satgas ini terdiri dari para pedagang, pegawai, dan orang biasa yang mau menyumbangkan tenaganya untuk menghadapi kaum kabuki-mono.

Walaupun mereka kurang terlatih dan jumlahnya sedikit, tetapi ternyata para anggota machi-yokko ini sanggup menjaga daerah mereka dari serangan para kabuki mono. Di kalangan rakyat Jepang abad ke 17 kaum machi-yokko ini dianggap seperti pahlawan.

Masalah jadi rumit, karena setelah berhasil menggulung para ronin, para anggota machi-yokko ini malah meninggalkan profesi awal mereka dan memilih jadi preman. Hal ini diperparah lagi dengan turut campurnya Shogun dalam memelihara para machi-yokko ini. Ada dua kelas profesi para machi-yokko, yaitu kaum Bakuto (penjudi) dan Tekiya (pedagang). Namanya saja kaum pedagang tetapi pada kenyataannya, kaum Tekiya ini suka menipu dan memeras sesama pedagang. Walau begitu, kaum ini punya sistem kekerabatan yang kuat. Ada hubungan kuat antara Oyabun (Boss-bapak) dan Kobun (bawahan-anak), serta Senpai-Kohai (Senior-Junior) yang kemudian menjadi kental di organisasi Yakuza.

PEJUDI SEWAAN
Kaum Bakuto (penjudi), punya sejarah yang unik. Awalnya mereka disewa oleh Shogun untuk berjudi melawan para pegawai konstruksi dan irigasi. Untuk apa? Agar gaji para pegawai konstruksi dan irigasi habis di meja judi dan tenaga mereka bisa disewa dengan harga murah!


Jenis judi yang biasa dilakukan adalah menggunakan kartu Hanafuda dengan sistem permainan mirip Black Jack. Tiga kartu dibagikan dan bila angka kartu dijumlahkan maka angka terakhir menunjukkan siapa pemenang. Nah diantara sekian banyak kartu sial, kartu berjumlah 20 adalah yang paling sering disumpahi orang, karena berakhiran nol. Salah satu konfigurasi kartu ini adalah kartu dengan nilai 8-9-3 yang dalam bahasa Jepang menjadi Ya-Ku-Za yang kemudian menjadi nama asal Yakuza.

Dari kaum Bakuto ini juga muncul tradisi menandai diri dengan tattoo sekujur badan (disebut irezumi) dan yubitsume (potong jari) sebagai bentuk penyesalan ataupun sebagai hukuman.

Awalnya hukuman ini bersifat simbolik karena ruas atas jari kelingking yang dipotong membuat si empunya tangan menjadi lebih sulit memegang pedang dengan mantap. Hal ini menjadi simbol ketaatan terhadap pimpinan.

YAKUZA MODERN

Waktu pun berlalu, kaum Bakuto dan Tekiya menjadi satu identitas sebagai Yakuza. Kaum yang asalnya bertugas melindungi masyarakat – menjadi ditakuti masyarakat. Para pimpinan Jepang memanfaatkan hal ini untuk mengendalikan masyarakat dan menggerakkan nasionalisme. Yakuza ikut direkrut oleh pemerintah Jepang dalam aksi pendudukan di Manchuria dan China oleh Jepang tahun 1930-an. Para Yakuza dikirim ke daerah tersebut untuk merebut tanah, dan memperoleh hak monopoli sebagai imbalan.

Peruntungan kaum Yakuza berubah setelah Jepang menyerang Pearl Harbor. Militer mengambil alih kendali dari tangan Yakuza. Para anggota Yakuza akhirnya harus memilih apakah bergabung dalam birokrasi pemerintah, jadi tentara atau masuk penjara. Boleh dikata pamor Yakuza tenggelam.

Setelah Jepang menyerah, para anggota Yakuza kembali ke masyarakat. Muncul satu orang yang berhasil mempersatukan seluruh organisasi Yakuza. Orang itu adalah Yoshio Kodame, seorang ex-militer dengan pangkat terakhir Admiral Muda (yang dicapainya di usia 34 tahun). Yoshio Kodame berhasil mempersatukan dua fraksi besar Yakuza, yaitu Yamaguchi-gumi yang dipimpin Kazuo Taoka, dan Tosei-kai yang dipimpin Hisayuki Machii. Yakuza pun bertambah besar keanggotaannya terutama di periode 1958-1963 – saat organisasi Yakuza diperkirakan memiliki anggota 184.000 orang – atau lebih banyak daripada anggota tentara angkatan darat Jepang saat itu. Yoshio Kodame dinobatkan sebagai godfather-nya Yakuza.

ECSTASY, PACHINKO DAN PELUNCUR ROKET

Di masa kini, keanggotaan Yakuza diperkirakan telah menurun tajam – tetapi bukan berarti tidak berbahaya. Tulang punggung bisnis illegal mereka adalah pachinko, perdagangan ampethamine (termasuk ice dan ecstasy), prostitusi, pornografi, pemerasan, hingga penyelundupan senjata.

Di era 1980-an, Yakuza mengembangkan sayap mereka hingga ke Amerika, dan ikut masuk dalam bisnis legal untuk mencuci uang mereka. Dalam operasinya, Yakuza membeli asset di Amerika – dan salah satu yang pernah mencuat ke permukaan adalah keterlibatan Prescott Bush Jr., saudara dari presiden George Bush dan paman dari Presiden George W. Bush Jr., dalam transaksi penjualan perusahaan Asset Management International Financing & Settlements di awal 1990-an.

Berdasarkan perkiraan kasar dari sumber majalah Far Eastern Economic Review edisi 17 Januari 2002 – Yakuza diperkirakan telah menanamkan uang hingga USD 50 Milyar dalam investasi saham dan perusahaan di Amerika. Bandingkan dengan cadangan devisa Indonesia yang USD 36 Milyar.


Di dalam negeri, Yakuza juga ditengarai turut berperan dalam anjloknya ekonomi Jepang selama 10 tahun terakhir. Sebagai akibat amblasnya bisnis properti dan macetnya kredit bank di Jepang pasca 1990 – banyak debitor yang menyewa anggota Yakuza agar agunan mereka tidak disita oleh bank.

Selain itu, banyak perusahaan yang memperoleh pinjaman bank – pada dasarnya adalah sebuah kigyo shatei atau perusahaan boneka miliki Yakuza. Perusahaan milik Yakuza ini diperkirakan memperoleh kredit antara USD 300-400 Milyar, dan sebagian dari jumlah itu dialirkan ke induk organisasi Yakuza. Menghadapi hal seperti ini - bank Jepang jelas tidak bisa berkutik.

Di sisi lain, anggota Yakuza juga kerap membeli asset properti dengan harga miring dari perusahaan yang butuh cash – untuk dijual kembali dengan harga tinggi – apapun itu mulai dari apartemen, perkantoran hingga rumah sakit. Bila sebuah bangunan telah dibeli oleh Yakuza – siapa sih yang berani jadi tetangga mereka? Alhasil harga properti langsung amblas, dan segera naik segera setelah Yakuza menjualnya.


Selain beroperasi secara di level bawah, Yakuza juga menggurita di kalangan politisi Jepang. Beberapa praktek suap telah terbongkar termasuk dalam program tender proyek umum senilai trilyunan yen. Program rekapitalisasi perbankan Jepang yang berlarut-larut tidak kunjung selesai – diperparah oleh keterlibatan Yakuza yang sangat berkepentingan dalam bisnis properti dan kredit perbankan. Saat ini perbankan Jepang masih menanggung beban kredit macet sebesar kira-kira USD 1,2 Trilyun – dan membuat ekonomi tidak bertumbuh selama 10 tahun terakhir.

Source: Wikipedia

http://www.indonesiaindonesia.com/f/34354-sejarah-berdirinya-yakuza-gang...