Selasa, 07 April 2009

isu : SBY akan jadi presiden lagi periode 2009-2014

suasana pemilu tahun ini gukup berbeda dengan pemilu tahun-tahun sebelumnya. bukan hanya dari partai-partainya yang semakin banyak , akan tetapi juga caranya yang dulu gara memilihnya di goblos pakek paku dudur. sekarang cuma di coret, dicentang di contreng atau istilah-istelah yang lain ja dah
coz belum dan istilah bahasa Indonesia yang benara mengenai kata-kata contreng

Selain itu, pelaksanaan parliementary threshold yang menghanguskan suara rakyat yang memilih caleg atau partai politik, tetapi suara partai politik tersebut tidak mencukup 2,5 secara nasional, tentu juga akan menjadi sebuah persoalan baru paska perhitungan suara dan penetapan anggota DPR RI nanti.

Tetapi tulisan ini tidak membahas tentang pemilu legislatif.. mari kita teropong pilpres yang akan dilakukan setelah pemilu legislatif.

Coba kita simak hasil survey berikut

Rabu, 25/03/2009 19:08 WIB

SBY Makin Berkibar, Elektabilitas Mega Mentok


Irwan Nugroho - detikPemilu

Jakarta - Tingkat keterpilihan (elektabilitas) capres Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) makin jauh mengungguli capres PDIP Megawati Soekarnoputri. Elektabilitas Megawati bahkan tak dapat bergerak naik lagi alias mentok.

Demikian hasil survei terbaru dari Lembaga Survei Nasional (LSN) yang diterima detikcom, Rabu (25/3/2009). Survei dilakukan pada 5 - 15 Maret 2009 di 33 provinsi seluruh Indonesia.

Survei melibatkan 1.230 responden yang diambil secara acak bertingkat (multistage random sampling) dengan margin error 2,8 persen dan tingkat kepercayaan mencapai 95 persen. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara tatap muka menggunakan kuesioner.

Responden ditanyai siapa presiden yang akan dipilih jika pilpres diadakan saat ini. Sebanyak 41,1 persen publik mengaku akan memilih SBY, sementara Megawati hanya mendapatkan simpati sebesar 15,3 persen .

Digambarkan, jika elektabilitas SBY naik dibanding survei LSN pada Desember 2008 lalu yang sebesar 32 persen, maka elektabilitas Megawati mentok. Tingkat keterpilihan Megawati sejak survei bulan September tahun lalu selalu stagnan di kisaran 15 - 20 persen saja.

“Meskipun hingga kini Megawati masih menjadi rival serius SBY, namun peluang Mega untuk untuk mengalahkan SBY tampaknya semakin mustahil,” kata Direktur Eksekutif LSN Umar S Bakry.

Ditambahkan Umar, upaya Megawati untuk mengejar popularitas SBY tampaknya juga makin berat.

Sementara itu, capres Blok Perubahan Rizal Ramli yang dalam survei terdahulu tidak dapat masuk sepuluh besar, kini menembus enam besar. Sebanyak 3,2 persen responden mengaku akan memilih Rizal jika pemilu digelar sekarang.

Posisi Rizal ini lebih lumayan dibandingkan capres Partai Hanura Wiranto (22 persen). Namun, dia belum dapat mengalahkan Prabowo Subianto di urutan ketiga (10,2 persen), Sri Sultan Hamengkubuwono X di urutan keempat (5,8 persen), dan M Jusuf Kalla di urutan kelima (3,3 persen).

Nah, LSN memprediksikan, justru capres-capres alternatif inilah yang dapat menggoyang ketangguhan SBY. Namun capres yang berpeluang besar tersebut, kata LSN, adalah capres yang bena-benar punya visi perubahan yang tegas dan inspiring.

“Meskipun tingkat elektabilitas capres alternatif seperti Prabowo, Rizal Ramli dan Sri Sultan HB X hingga saat ini belum menggembirakan, bukan berarti peluang mereka untuk mengalahkan SBY sudah tertutup. Dibandingkan Megawati, peluang capres alternatif untuk mengalahkan SBY justru makin terbuka,” jelas Umar.

Karena itu, paparnya, jika para capres alternatif itu dapat secepatnya terkonsolidasi dan menemukan isu bersama (common issue) yang dahsyat, sangat mungkin mereka menjadi penantang serius buat SBY. Apalagi jika kondisi ekonomi terus memburuk, PHK terjadi di mana-mana, dan harga kebutuhan pokok melambung.

“Bukan tidak mungkin capres alternatif mengalahkan SBY,” pungkasnya.

Berikut hasil survei LSN selengkapnya:

Susilo Bambang Yudhoyono

45,1 %

Megawati Soekarnoputri

15,3 %

Prabowo Subianto

10,2 %

Sri Sultan Hamengku Buwono X

5,8 %

M Jusuf Kalla

3,3 %

Rizal Ramli

3,2 %

Wiranto

1,5 %

Hidayat Nur Wahid

1,2 %

Sutiyoso

1,0 %

Soetrisno Bachir

0,5 %

Tokoh Lainnya

1,2 %

Belum punya pilihan (undecided)

10,5 %

Tidak akan memilih (golput)

1,2 %

( irw / asy )

Mungkin banyak yang protes dengan hasil survei ini, lantas memberikan cap bahwa survei ini merupakan survei pesanan pihak tertentu. Tetapi tentu ada juga yang setuju dan sependapat. Saya termasuk yang setuju.

Dasarnya adalah sampai saat ini tokoh yang masih memiliki peringkat tertinggi memang SBY, dihati rakyat. Berpisahnya SBY dengan JK malah menambah derajat elektabilitas SBY. Walaupun banyak iklan atau kampanye yang ditujukan kepada SBY, tetapi rakyat memiliki pandangan lain. Sikap SBY yang santun dalam setiap berbicara dan berkomentar.. setiap sikap seperti sudah tertata. Sedangkan disisi lain JK seringkali berkomentar asal , seakan-akan meremehkan orang lain, arogan dan tidak memiliki empaty dan kepedulian pelanggan. Padahal rakyat pemilih itu adalah pelanggan bagi tokoh politisi seperti JK, hal hasil.. semua black campaign yang diarahkan ke SBY, bisa terbelokan secara otomatis kepada JK, apalagi komposisi menteri dari Partai Golkar lebih banyak dibandingkan dari Partai Demokrat.

Fakta bahwa SBY merelakan besannya masuk penjara, tentu saja memiliki faktor penyumbang meningkatnya elektabilitas SBY. Walaupun pada saat mengkampanyekan anti korupsi, partai Demokrat salah dalam memilih endorser-nya, sehingga dapat menyebabkan negative result.

Bergabungnya partai Golkar, PDI-P dan PPP dalam koalisi, malah menambah menjulangnya kharisma SBY. Koalisi ini malah saling menghancurkan di tingkat grass root. Karena banyak kader PDIP didaerah merasakan kepahitan atas tindakan yang dilakukan pemerintah orde baru, dan tidak mungkinlah kedua partai ini berkoalisi secara solid. Begitu juga dengan PPP, walaupun pada era SBY-JK ini, hubungan PPP dengan pemerintah begitu mesra, tetapi itu hanyalah sesuatu hal yang dipetukarkan dengan kursi dikabinet.

Hubungan PPP dan PDIP juga agak sulit dirajut dengan erat. PPP dengan basis islam, tentu saja ada resistensi atas kondisi seorang perempuan menjadi pemimpin nomor satu dinegeri ini. walaupun pada era megawati menjadi presiden , yang menjadi wakil presiden adalah ketua Umum PPP saat itu (Hamzah Haz), tetapi tetap saja pada tataran Grass Root hal ini dapat menimbulkan masalah.

Jadi kalau tidak ada perubahan strategi secara revolusionir yang dilakukan oleh partai-partai lain, dapat dipastikan SBY akan menjadi presiden negara ini untuk yang kedua kali.

Bagaimana strategi revolusionir itu ?

Tunggu tanggal mainnya..

0 komentar: