KEHADIRAN internet telah menjangkau hampir semua lini kehidupan. Pemanfaatannya sendiri sudah sangat meluas, baik dengan niat positif maupun negatif. Bagaimana dengan cybersex?
Cybersex dapat didefinisikan sebagai segala aksi seksual yang didapat dari surfing di situs media elektronik. Aktivitas tersebut merangsang fantasi dan hasrat seksualnya, serta memuaskan kebutuhan erotisnya. Terutama mereka yang rutin mengunjungi situs seks.
Situs ini bisa didapat dari websites, chat-rooms dengan web cams, video streaming, dan pesan singkat (SMS). Demikian dipaparkan Dr Eugene Viljoen, seorang seksolog pada Health24.
Lebih jauh ia menyatakan, sebanyak 6,5 persen pengunjung internet pria merupakan pelaku compulsive cybersex. Kondisi ini dapat menuntunnya pada masalah serius, baik internal maupun eksternal.
Masalah psikologis (internal) termasuk depresi berat, pikiran untuk bunuh diri, rendahnya penghargaan diri, rasa putus asa, gelisah, kesendirian, konflik moral, kontrakdisi antara nilai etika dan perilaku, takut ditinggalkan, degradasi spiritual, berubah pikiran, penyesalan mendalam, membohongi diri sendiri, dan sebagainya. Sedangkan pengaruh cybersex secara eksternal bisa melibatkan keluarga dan pekerjaannya.
Masalah bermula saat fantasi online dilakukan dengan lebih intens ketimbang hubungan off-line atau interaktif dengan orang lain. Rata-rata pelaku melakukan cybersex 5,7 jam per minggu untuk mengunjungi situs porno dan chat room seks. Mereka mengurangi waktu untuk beraktivitas seksual dengan pasangan. Akibatnya, mereka terisolasi dari kehidupan nyata hingga meningkatkan perilaku dan fantasi seksualnya.
Alasan kebanyakan pelaku adalah melepaskan stres dan bukan untuk alasan hiburan. Biasanya, mereka memanfaatkan cybersex untuk mendapatkan sesuatu yang tidak mereka dapatkan di kehidupan nyata.
Pecandu cybersex
Sebanyak 70-75 persen pelaku cybersex sering kali berpikir untuk bunuh diri, agar bisa keluar dari depresi dan perasaan kesepian. Mereka cenderung sulit membangun hubungan dengan orang lain. Bahkan, 40 persen di antaranya mengalami masalah pernikahan yang berat; tidak lagi berhubungan dengan keluarga dan tak bisa diandalkan untuk menjadi role model bagi anak-anak maupun istri.
Faktanya, 72 persen pecandu mengatakan, mereka diperlakukan kasar secara fisik saat berusia anak-anak, 81 persen diperlakukan kasar secara seksual, sementara 97 persen dilaporkan telah diperlakukan kasar secara emosional dalam kehidupan mereka.
Kesehatan seksual adalah bagian tak terpisahkan dari pengalaman hidup. Termasuk di dalamnya adalah berhubungan seks dengan pasangan, masturbasi, dan sebagainya.
Para pecandu cybersex memanfaatkan perilakunya untuk mengatasi kebosanan, kegelisahan, menjadikan diri penting, diinginkan, dan punya kekuatan. Padahal, perilaku tersebut adalah sebuah manipulasi yang terbungkus dalam sebuah "web kebohongan".
Mereka cenderung menemukan diri dalam lingkaran setan. Sebuah treatment yang tepat bisa membantunya keluar dari lingkaran tersebut. Untuk hasil terbaik, mereka harus menjalani terapi perilaku kognitif di samping pengobatan medis.
0 komentar:
Posting Komentar