Sabtu, 13 Juni 2009

lima rahasia hidup sebelum mati

Saat ingin membayar di kasir Gramedia Mal Taman Anggrek, tanpa sengaja mata saya menemukan sebuah buku ditumpuk rapi di rak yang menempel di dinding. Temukan Lima Rahasia Sebelum Mati, demikian judulnya. Ditulis oleh John Izzo Ph.D. Saya tidak pernah mendengar nama penulis ini meski pun tertulis di bawah namanya yang menyatakan ia adalah international best selling author.

Selain judul yang membuat saya semakin yakin dengan isi buku ini adalah endorsement dari Stephen R. Covey yang mengatakan, "Berapa pun usia anda, anda harus segera membaca buku ini. Kebijakan sejatinya akan menawan anda."

Dalam pengantarnya, penulis mengatakan bahwa buku ini adalah hasil dari wawancara lebih dari 200 narasumber berusia di atas 60 tahun, yang oleh orang-orang terdekatnya dianggap telah menemukan kebahagiaan dan makna hidup.

Sebagai seorang "pembelajar" yang selalu punya rasa ingin tahu tinggi, saya pun tertarik dengan "misteri" bagaimana menjalani hidup yang bahagia hingga ajal menjemput ini. Misteri bagaimana mereka yang telah sepuh menjalani hidupnya selalu menarik saya yang sedang dalam perjalanan ke sana.

Para narasumber di buku ini diambil dari berbagai latar belakang, jenis kelamin, pekerjaan, ras, dan agama. Hasilnya, John Izzo menarik benang merah di antara mereka semua yang telah menjalani hidupnya dengann bahagia menjadi 5 "rahasia" yang menurut saya sebenarnya sudah bukan rahasia lagi - karena sudah sering saya dengar baik dari para pendakwah atau pun inspirator-, yaitu:

Rahasia pertama: Jujurlah pada diri sendiri.

Pembeda orang yang hidup sejahtera dan bahagia dengan kebanyakan orang lainnya adalah kebiasaan mereka untuk bertanya kepada dirinya sendiri: "Adakah mereka sudah menjalani kehidupan yang mereka inginkan dan mengikuti bisikan hati untuk mendapatkan jawaban yang dicari." Rahasia pertama itu adalah jujur pada diri sendiri, pada 'aku' yang sejati, dan hidup untuk sebuah tujuan.

Untuk bisa bersetia pada kata hati dan jujur pada diri sendiri, terlebih dahulu kita harus bertekad untuk hidup dengan sepenuh kesadaran. "Hidup yang tidak teruji tidak layak untuk dijalani", kata Socrates.

Dalam keseharian, saya banyak mengamati orang-orang yang hidup seperti mummi. Maksudnya, ia berjalan setiap hari ke sana ke mari, tapi hanya raganya, bukan jiwanya. Ia menjalani hidup dengan "skenario" yang dibuatkan oleh orang lain untuknya. Ia "terpaksa" menjalani hidup seperti itu karena tidak ada pilihan atau tidak ada keberanian. Keberanian untuk jujur kepada dirinya sendiri untuk bertanya: apa yang saya inginkan dalam hidup ini sesungguhnya?

Banyak orang yang hidup menjalani skenario yang dibuat oleh atasannya, kantornya, guru/dosennya, teman-teman dan lingkungannya, atau orang tuanya.

Beberapa waktu lalu saya berdiskusi dengan seorang teman lama yang sedang di persimpangan. Ia ingin menjalani hidup sesuai dengan kata hatinya, tapi ia belum punya keberanian untuk mengambil risiko itu. Saya kira, teman ini tidak sendirian. Banyak di antara kita juga mengalami hal serupa.

"Jika anda tidak terus-menerus mengkaji kehidupan anda untuk memastikan anda selalu berada di jalur yang benar, ada kemungkinan anda menjalani kehidupan orang lain", tulis John Izzo.

Kuncinya adalah mendengarkan kata hati, yaitu kedisiplinan untuk mendengar bisikan hati dan keberanian untuk mengikutinya. Dalam Islam, kita ini bertugas sebagai khalifah Allah di bumi. Peran-peran yang kita mainkan saat ini adalah dalam rangka itu. Pastikan peran itu adalah yang sejalan dengan passion dan kata hati kita.

Rahasia kedua: Jangan ada penyesalan

Agar kelak kita dapat meninggalkan dunia ini tanpa dibebani penyesalan yang dalam, kita harus menjalani hidup dengan berani, gigih mengejar apa yang kita cita-citakan dan jangan menjauh dari apa yang kita takuti.

Agar tak ada penyesalan di kemudian hari, kita harus mampu mengatasi berbagai kekecewaan yang niscaya akan muncul di dalam kehidupan kita.

Dari mereka yang diwawancarai, tak seorang pun menyesal telah berusaha namun gagal. Justru kebanyakan merasa sedih lantaran kurang berani mengambil risiko.

Kesadaran bahwa kita kemungkinan besar akan menyesal karena tak berani mencoba dapat berdampak terhadap cara kita mengambil keputusan. Sepertinya, kegagalan bukanlah sesuatu yang paling disesalkan kebanyakan; justru keputusan tak mengambil risiko sama sekali itulah yang perlu ditakuti.

Kita tak pernah bisa memastikan kesuksesan akan tercapai, sebab setiap upaya kita senantiasa mengandung risiko kegagalan. Kita tidak bisa memastikan keberhasilan akan mudah diraih, tapi kita dapat memastikan kegagalan dengan tidak mencobanya sama sekali.

Rasa sesal yang sering teringat sampai sekarang adalah ketika masa kuliah dulu. Saya mengikuti salah satu unit kegiatan mahasiswa yaitu Unit Penalaran Ilmiah. Salah satu programnya adalah mengirimkan delegasi mahasiswa setiap tahun menghadiri Harvard Project for Asian and International Relations yang diselenggarakan oleh Universitas Harvard dan diikuti oleh mahasiswa dari negara-negara di Asia.

Ketika dapat dua kali kesempatan untuk berangkat ke Amerika dan Korea Selatan, saya malah membatalkan keikutsertaan dengan alasan bahwa saya anti dengan Amerika. Ketika itu memang sentimen anti Amerika cukup tinggi gara-gara konflik di Palestina dan Bosnia. Akhirnya saya hanya bisa memandangi foto-foto teman-teman saya yang berangkat. Salah satunya adalah ketika mereka bersalaman dengan Presiden Korsel. Duh, nyesel deh...

Meskipun akhirnya saya ikut juga ketika Indonesia menjadi tuan rumah di tahun 1995, tapi peluang ke luar negeri dengan biaya nyaris gratis itu tetap membuat saya menyesal. Kapan lagi ke luar negeri disambut dengah hormat oleh para petinggi negara tersebut?

Rahasia ketiga: Jadilah cinta

David (70 tahun) mengisahkan saat ayahnya menjelang kematian. Seluruh keluarga telah berkumpul. Ia mengingat bahwa ayahnya sama sekali tidak pernah membicarakan harta yang ia miliki. Tak sekali pun ia menyinggung perihal mobil, rumah atau harta kekayaan yang berhasil ia kumpulkan semasa hidupnya.

Sebaliknya, ia malah minta diambilkan semua koleksi album foto-foto yang menunjukkan momen-momen paling istimewa dalam hidupnya - foto pernikahan, kelahiran anak-anaknya, acara rekreasi keluarga, dan saat-saat paling berkesan di tengah-tengah para sahabatnya.

"Saat ajal menjelang, manakaala waktu kita tinggal sedikit tersisa, cinta adalah satu-satunya hal yang kita butuhkan", demikian kesimpulan David.

Cinta adalah kehidupan, bila ia hilang, hilang pula kehidupan anda, kata Leo Buscaglia, filusuf Italia.

Dari ratusan wawancara yang dilakukan, semakin jelas bahwa cinta, baik itu memberi atau menerima, merupakan unsur utama bagi terciptanya kehidupan manusia yang bahagia dan jelas tujuannya.

"Menjadi Cinta", tentulah tidak mudah menjalaninya. Hal terpenting, untuk menjalani hidup bahagia penuh tujuan dan makna adalah bukan hanya meneriima uluran cinta, tapi kita harus mejadi manusia penuh cinta kasih. Kita bisa memberi tanpa cinta, tapi kita tidak bisa mencinta tanpa memberi. Sebuah renungan bagi kita semua.

Rahasia keempat: Jalanilah hidup dengan sepenuh hati

Manusia yang selalu hidup untuk esok hari tak akan pernah mencapai mimpi-mimpinya, kata Leo Buscaglia.

Jika hidup memang begitu singkat, maka salah satu rahasia untuk meraih bahagia adalah dengan semaksimal mungkin menikmatii dan memanfaatkan waktu yang sempit itu, dan mengupayakan setiap detik dan hari yang kita lalui benar-benar menjadi sebuah anugerah. "Tingkatkanlah kualitas waktu", kata Thoreau, filusuf Amerika.

Setelah menyimak kisah hidup ratusan orang yang diwawancarai, akhirnya John Izzo menyimpulkan bahwa rahasia keempat itu adalah menjalani hidup dengan sepenuh hati.

Pendek kata, menjalani hidup dengan sepenuh hati berarti menjalani, menghayati, dan mensyukuri setiap detik kehidupan kita, bukannya menilai dan melaknati kehidupan. Dengan kata lain, janganlah kita terlalu pusing dengan masa lalu dan masa depan, melainkan jalanilah setiap detik dalam hidup ini dengan penuh rasa syukur dan tekad yang teguh. Kita harus sadar bahwa kita memiliki kekuatan hati untuk berpuas hati dan berbahagia.

Saya tak boleh menilai atau mengeluhkan kehidupan saya. Saya harus menikmati dan mensyukurinya apa adanya.

Sudah banyak sebetulnya buku yang mengajarkan ini. Be present, kata Spencer Johnson. The Power of Now, kata Eckhart Tolle. Semuanya sama, mengajarkan kita untuk menikmati dan mensyukuri kekinian. Today is a present, hadiah. Nikmatilah bersama orang-orang yang anda cintai.

Aktivitas saya di pagi hari kadang begitu remeh, seperti mengajak Vito jalan-jalan, memandikannya, memberi makan ikan di kolam, menyirami dan merawat tanaman, menulis blog ini, minum segelas jus dan semangkuk bubur oatmeal, melakukan peregangan otot.... Semua itu begitu saya nikmati dan tidak saya anggap sebagai pekerjaan atau kewajiban. Saya menikmatinya dengan sepenuh hati. Saya merasakan begitu flow ketika menjalankan "ritual" itu. Saya merasa bahagia. Saya merasa cukup. Saya merasa terpenuhi.


Sebagai Muslim, saya diajarkan bahwa waktu itu harus dimanfaatkan untuk ibadah, baik ritual mau pun dalam arti luas. Maka, menulis blog ini pun bisa bernilai ibadah.

Rahasia kelima: Berikan lebih banyak dari yang anda terima

Rahasia yang sebenarnya cukup klise. Apalagi saya baru saja menuliskannya di postingan beberapa hari lalu, ketika membahas buku The Go-Giver.

Namun, patut disimak kisah menarik ini.

Beberapa tahun lalu penulis menghadiri pemakaman seorang pria. Ternyata pemakaman itu tak dihadiri oleh seorang pun pelayat. Belakangan ia mengetahui bahwa seumur hidupnya pria itu hanya mementingkan kepentingan pribadinya semata.

Berbeda dengan pemakaman kakeknya. Betapa terkejutnya keluarga mereka ketika jumlah pelayat yang hadir begitu banyak, di luar dugaan. Padahal kakeknya semasa hidupnya dikenal sebagai sosok pendiam. Para pelayat itu menuturkan bahwa mendiang kakek telah mengubah hidup mereka.

Seorang lelaki bercerita bahwa suatu hari lima tahun silam, dia sedang berdiri kebingungan di depan toko pakaian, memandangi sebuah gaun yang ingin ia hadiahkan kepada puterinya. Namun uangnya tidak cukup. Kebetulan kakek berjalan melintasi toko itu. Setelah ngobrol sesaat, kakek bersikeras membeli gaun itu meskipun uangnya sendiri pas-pasan, sambil berpesan "Engkau boleh kembalikan uang itu kalau sudah ada."

Dari jawaban-jawaban yang dikumpulkan penulis, akhirnya ditemukanlah rahasia kelima yang harus digali sebelum mati, yaitu berikanlah lebih banyak daripada yang anda dapatkan.

0 komentar: