Selasa, 28 Oktober 2008

Menggalang Dialog Menuju Perdamaian


11-February-2008

Umat beragama di Indonesia masih dihadapkan pada permasalahan terkait pluralisme agama dan konflik intern atau antaragama. Kondisi demikian tampaknya semakin menyadarkan kita betapa pentingnya keterlibatan agama-agama dalam memperhatikan dan mengupayakan penyelesaian secara bersama-sama. Keterlibatan agama semacam ini perlu dilakukan mengingat bahwa sebuah keyakinan tidak hanya cukup diikrarkan dan diwujudkan dalam bentuk ritualnya saja, melainkan juga menuntut upaya konkret setiap individu dalam kehidupan sosialnya.

Upaya konkret apa saja yang mesti dilakukan dan prasyarat apa juga yang dibutuhkan dalam upaya tersebut? Membahas hal ini, berikut petikan wawancara dengan pakar pemikiran Islam, DR H M Baharun MA, yang juga sebagai Ketua Pengurus Besar Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PBPTI):

Langkah apa saja yang seharusnya dilakukan oleh umat beragama di negeri ini?
Langkah utama yang mesti dilakukan adalah dialog. Ini merupakan satu pilihan yang logis dan etis dengan melibatkan tokoh-tokoh agama. Sejak dahulu, umat memerlukan solusi serius dan mendalam dalam setiap persoalan yang muncul terkait keyakinan atau agama. Selama berabad-abad sejarah interaksi antarumat beragama menunjukkan lebih banyak diwarnai dengan kecurigaan dan permusuhan. Untuk itu, alternatif untuk mewujudkan kerukunan antaragama di antaranya adalah menciptakan dialog antarumat beragama. Sudah saatnya umat beragama meninggalkan cara-cara monolog dan menggantinya dengan cara-cara dialog. Ini merupakan sebuah langkah yang lebih konstruktif.

Agar dialog tersebut dapat berjalan efektif, faktor apa yang juga mesti diperhatikan?
Masing-masing pihak selayaknya bersikap dialogis, memiliki sikap terbuka, saling menghormati, melepaskan segala prasangka, dan bersikap mencari yang baik dari agama lain. Sebab, tujuan dialog bukan untuk peleburan diri, tetapi untuk mencapai saling pengertian dan penghargaan yang lebih baik. Dialog dilakukan bukan hanya sekadar menghindarkan konflik, melainkan juga untuk membicarakan partisipasi agama dalam perubahan masyarakat melalui modernisasi.
Selain itu, masing-masing pihak mesti mempersiapkan diri untuk melakukan diskusi dengan umat agama lain yang berbeda pandangan terkait realitas hidup ini. Dialog seperti itu dimaksudkan agar dapat saling mengenal dan menimba pengetahuan baru tentang agama mitra dialog. Dengan demikian dialog tersebut akan memperkaya wawasan kedua belah pihak guna mencari persamaan-persamaan yang dapat dijadikan landasan hidup rukun dalam suatu masyarakat.

Kendala apa yang kerap dihadapi dalam membangun dialog?
Secara umum ada tiga rintangan yang selalu dihadapi dalam berdialog. Pertama, persoalan bahasa, bahwa agama-agama besar itu berasal dari bahasa yang berbeda-beda, misalnya Islam berasal dari Arab, Kristiani, Ibrani dan Greek, Hindu-Buddha dari bahasa Urdu-India, dan lain-lain. Bahasa asli agama-agama tersebut sulit dipahami antarumat beragama. Kedua, gambaran tentang orang lain yang keliru disebabkan adanya label-label tertentu terhadap agama-agama atau streotipe, dan ketiga nafsu membela diri di mana masing-masing agama mempunyai pengalaman disharmoni dengan agama lain, apalagi pada masing-masing agama terdapat ajaran yang bemuansa eksklusif.

Bagaimana dengan etika dialog yang juga mesti dijaga kaitannya dengan pluralitas masyarakat kita?
Mengingat pentingnya peran etika dalam mencari solusi persoalan, maka hal itu juga merupakan poin yang harus diterapkan dalam berdialog. Di antaranya adalah kesaksian yang jujur dan saling menghormati (frank witness and mutual respect), prinsip kebebasan beragama (religious freedom), prinsip mau menerima orang lain apa adanya (acceptance), serta berpikir positif dan percaya (positive thinking and trustworthy).
Dan, itulah sebabnya, peserta dialog seharusnya memiliki sikap pluralis, yaitu menghargai dan menghormati adanya agama-agama lain, sikap terbuka. Mereka mesti memahami bahwa keberadaan pihak lain di luar lingkungannya tidak serta merta ditolak, tetapi dihargai dan diperhitungkan keberadaannya. Karena itu, masing-masing pihak dituntut mampu memahami agama secara integral. Selain itu, juga harus ada komitmen penting yang dipegang oleh masing-masing pihak, yaitu toleransi.

Ada anggapan bahwa dialog yang sudah dilakukan selama ini belum dapat memuaskan semua pihak, menurut Anda?
Meskipun dialog yang dibangun selama ini belum dapat memuaskan semua pihak, namun tak dimungkiri melalui dialog-dialog yang dilaksanakan sudah mulai disadari bahwa konflik yang disebabkan persaingan tidak sehat haruslah dihindari karena tak sesuai dengan nilai-nilai agama. Dan, yang terpenting toleransi merupakan hal yang wajib dijunjung tinggi oleh setiap penganut agama sebagai modal dasar untuk mencapai kerjasama antarumat beragama. Semua itu semata-mata dimaksudkan untuk meningkatkan harkat manusia sekaligus mengatasi persoalan-persoalan mendasar dan krusial seperti kemiskinan, keterbelakangan, dan ketidakadilan. N /cmm/

0 komentar: